Setiap penonton diminta menyumbangkan buku yang berfungsi sebagai tiket masuk untuk melihat pertunjukan musik.
Suasana Festival Jazz Ramadan 2013 di Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat. (VOA/Iris Gera) |
JAKARTA — Selama akhir pekan, mulai Jumat (19/7) sampai Minggu, halaman Masjid Cut Meutia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, diubah menjadi tempat pertunjukan musik jazz yang disebut Festival Jazz Ramadan 2013.
Diprakarsasi oleh Remaja Islam Masjid Cut Meutia (RICMA), acara ini tidak hanya menampilkan pertunjukan musik, namun juga penggalangan amal, salah satunya untuk korban gempa di Aceh.
Pertunjukan ini tidak memungut biaya, namun setiap penonton diminta menyerahkan buku layak baca untuk selanjutnya akan diberikan kepada anak-anaka yang membutuhkan di daerah-daerah terpencil maupun daerah yang terkena dampak bencana alam.
Musisi Shadu Saah Rasidi yang turut mengisi acara mengatakan festival tersebut memberi pengalaman yang sangat mengesankan bagi ia dan empat personel dalam grup musiknya.
“Aku merasa sangat merasa terhormat main di rumah Tuhan. Kapan lagi kita habis tarawih terus main musik, rasanya luar biasa,” ujarnya mengenai festival yang juga dihadiri oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Kristen Bouer, para musisi jazz, pengamat, serta pecinta musik jazz dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Pertunjukkan dimulai setelah ibadah shalat tarawih yaitu sekitar jam 21.00 dan berlangsung hingga pukul 2 dini hari. Untuk pertunjukan musik jazz berlangsung selama dua malam, sementara kegiatan lainnya berlangsung selama tiga malam.
Panitia mengklaim sekitar 1.500 penonton hadir setiap malam dan tidak hanya dari kalangan muslim namun dari pemeluk agama lain yang menyukai musik jazz sekaligus ingin beramal.
Pengamat musik Bens Leo mengatakan festival ini adalah kegiatan yang positif bagi para remaja dan musisi.
“Ini bagian dari satu apresiasi untuk musisi, terutama digerakkan oleh remaja masjid, dan yang paling menarik ini juga ada kaitannya dengan kegiatan sosial. Jadi sebetulnya jazz itu sudah tidak dibatasi oleh tempat, oleh komunitas sosial, karena setiap orang bisa menikmati ini termasuk di Masjid Cut Meutia ini,” ujarnya.
Mahasiswa Universitas Gunadarma, Baihaki mengatakan, selain ingin menyaksikan penampilan musisi jazz ia juga tertarik dengan adanya kegiatan sosial dalam Festival Jazz Ramadan 2013. Ia meyerahkan dua buku saat memasuki lokasi pertunjukan.
“Buku Biologi untuk SMP, dua buku,” ujarnya. “Ini cukup asik menurut saya, bagus juga buat setiap Ramadan karena acara amal juga ya.”
Selain setiap penonton menyerahkan buku layak baca sebagai pengganti tiket masuk, dalam Festival Jazz Ramadan 2013 juga terdapat posko bantuan untuk korban gempa Aceh.
Koordinator posko yang juga anggota Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam atau PBHMI, Fajri Akmal mengatakan, PBHMI bekerjasama dengan RICMA ingin Festival Jazz Ramadan tidak hanya menampilkan kegiatan bermusik, melainkan juga punya nilai tambah.
Dengan menjual gelang bertuliskan “Tanah Rencong, Kami Peduli,” dana yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 14.500.000 dan akan diserahkan langsung ke lokasi terkena dampak gempa di Aceh yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Satu gelang (berharga) sekitar Rp 10.000. Acara ini menurut saya acara yang luar biasa sebagai bentuk lain dari dakwah yang berbeda, bahwa mengenali Islam tidak hanya di ruang-ruang masjid tapi dengan ruang-ruang musik pun bisa”
Tahun ini adalah kali ketiga Festival Jazz Ramadan diadakan, setelah yang pertama pada 2011.
Penyelenggara acara, Almira Della mengatakan kegiatan sama akan dilakukan pada tahun-tahun mendatang.
“Kami meyakini bahwa musik adalah sarana dakwah paling efektif untuk remaja, dan kenapa musik jazz, karena event-event jazz sekarang ini banyak sekali digandrungi oleh remaja, inginnya sih tahun depan artisnya internasional kali ya,” ujarnya. (VoA)
Diprakarsasi oleh Remaja Islam Masjid Cut Meutia (RICMA), acara ini tidak hanya menampilkan pertunjukan musik, namun juga penggalangan amal, salah satunya untuk korban gempa di Aceh.
Pertunjukan ini tidak memungut biaya, namun setiap penonton diminta menyerahkan buku layak baca untuk selanjutnya akan diberikan kepada anak-anaka yang membutuhkan di daerah-daerah terpencil maupun daerah yang terkena dampak bencana alam.
Musisi Shadu Saah Rasidi yang turut mengisi acara mengatakan festival tersebut memberi pengalaman yang sangat mengesankan bagi ia dan empat personel dalam grup musiknya.
“Aku merasa sangat merasa terhormat main di rumah Tuhan. Kapan lagi kita habis tarawih terus main musik, rasanya luar biasa,” ujarnya mengenai festival yang juga dihadiri oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Kristen Bouer, para musisi jazz, pengamat, serta pecinta musik jazz dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Pertunjukkan dimulai setelah ibadah shalat tarawih yaitu sekitar jam 21.00 dan berlangsung hingga pukul 2 dini hari. Untuk pertunjukan musik jazz berlangsung selama dua malam, sementara kegiatan lainnya berlangsung selama tiga malam.
Panitia mengklaim sekitar 1.500 penonton hadir setiap malam dan tidak hanya dari kalangan muslim namun dari pemeluk agama lain yang menyukai musik jazz sekaligus ingin beramal.
Pengamat musik Bens Leo mengatakan festival ini adalah kegiatan yang positif bagi para remaja dan musisi.
“Ini bagian dari satu apresiasi untuk musisi, terutama digerakkan oleh remaja masjid, dan yang paling menarik ini juga ada kaitannya dengan kegiatan sosial. Jadi sebetulnya jazz itu sudah tidak dibatasi oleh tempat, oleh komunitas sosial, karena setiap orang bisa menikmati ini termasuk di Masjid Cut Meutia ini,” ujarnya.
Mahasiswa Universitas Gunadarma, Baihaki mengatakan, selain ingin menyaksikan penampilan musisi jazz ia juga tertarik dengan adanya kegiatan sosial dalam Festival Jazz Ramadan 2013. Ia meyerahkan dua buku saat memasuki lokasi pertunjukan.
“Buku Biologi untuk SMP, dua buku,” ujarnya. “Ini cukup asik menurut saya, bagus juga buat setiap Ramadan karena acara amal juga ya.”
Selain setiap penonton menyerahkan buku layak baca sebagai pengganti tiket masuk, dalam Festival Jazz Ramadan 2013 juga terdapat posko bantuan untuk korban gempa Aceh.
Koordinator posko yang juga anggota Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam atau PBHMI, Fajri Akmal mengatakan, PBHMI bekerjasama dengan RICMA ingin Festival Jazz Ramadan tidak hanya menampilkan kegiatan bermusik, melainkan juga punya nilai tambah.
Dengan menjual gelang bertuliskan “Tanah Rencong, Kami Peduli,” dana yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 14.500.000 dan akan diserahkan langsung ke lokasi terkena dampak gempa di Aceh yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Satu gelang (berharga) sekitar Rp 10.000. Acara ini menurut saya acara yang luar biasa sebagai bentuk lain dari dakwah yang berbeda, bahwa mengenali Islam tidak hanya di ruang-ruang masjid tapi dengan ruang-ruang musik pun bisa”
Tahun ini adalah kali ketiga Festival Jazz Ramadan diadakan, setelah yang pertama pada 2011.
Penyelenggara acara, Almira Della mengatakan kegiatan sama akan dilakukan pada tahun-tahun mendatang.
“Kami meyakini bahwa musik adalah sarana dakwah paling efektif untuk remaja, dan kenapa musik jazz, karena event-event jazz sekarang ini banyak sekali digandrungi oleh remaja, inginnya sih tahun depan artisnya internasional kali ya,” ujarnya. (VoA)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !