PARA pedagang tahu dan tempe di sejumlah daerah, terutama di Pulau Jawa mulai menaikkan harga pasca kenaikan harga kedelai dari Rp4.000 menjadi Rp8.000 per kilogram. Kenaikan yang cukup signifikan itu menjadi dilema, di satu sisi menguntungkan petani namun merugikan konsumen yang sejatinya warga ekonomi menengah ke bawah.
Pemerintah pun berupaya menekan harga kacang kedelai dengan menurunkan bea masuk impor kedelai menjadi lima persen agar harganya tetap stabil.
Sejak kenaikan yang mencapai lebih dari 30 persen itu, konsumen yang notabene warga berpenghasilan rendah mengeluh karena tidak lagi memiliki pilihan untuk mendapatkan lauk-pauk dengan harga murah.
Tahu tempe sudah menjadi makanan wajib rakyat Indonesia yang masih banyak di bawah garis kemiskinan.
Sementara itu, pedagang tahu dan tempe mulai menyiasati kenaikan harga agar tidak merugi, bahkan pedagang tempe di Tangerang, Banten mulai mencampur kedelan dengan jagung.
Harga tahu dan tempe di Tangerang mengalami kenaikan pada kisaran Rp500 hingga Rp1.000. Sebagian pedagang mengurangi ukuran agar sesuai dengan modal untuk membeli kedelai.
Pedagang di Pasar Gebang Raya Tangerang mulai menaikkan tempe dari Rp6.000 menjadi Rp7.000 per potong. Sedangkan tahu dari Rp2.500 menjadi Rp3.000/bungkus.
Kenaikan tersebut memang tidak menyurutkan warga untuk tetap membeli karena dua jenis makanan itu merupakan menu paling murah dibandingkan ikan asin apalagi ikan segar atau bahkan daging.
Jika dianalisa, para pedagang dan pembeli sama-sama tidak menginginkan kenaikan harga. Pedagang khawatir omset penjualannya menurun sedangkan pembeli takut tidak bisa lagi menikmati dua makanan tradisional itu, terutama bagi warga ibukota yang biasa makan di warung-warung kecil.
Tidak heran jika pekan lalu ribuan pengusaha tempe di Tangerang mogok berproduksi terkait lonjakan harga kedelai.
Sementara itu, petani di Pulau Jawa justru menginginkan harga kedelai tetap tinggi agar hasil panen tetap untung dan mampu menutupi bercocok tanam.
Petani berharap pemerintah menjamin agar harga kedelai tidak anjlok pada kisaran Rp5.300/kilogram.
Petani menjadi lebih bergairah untuk menggarap lahannya jika harganya stabil pada kisaran Rp8.000/kg.
Kenaikan harga kedelai memang berdampak positif bagi petani di Pulau Jawa. Namun sedikit berbeda jika dikaitkan dengan kedelai di daerah perbatasan seperti Provinsi Kepulauan Riau, kedelai di daerah ini sebagian besar merupakan kedelai impor.
Dilemat memang, ibarat pepatah naik kena turun juga kena. Kalau harga naik yang menjerit pedagang dan pembeli, tapi kalau turun malah merugikan petani.
Yang jelas, pemerintah sudah selayaknya mewujudkan swasembada kedelai agar tidak bergantung pada kedelai impor. Menjaga kualitas kedelai lokal serta menekan biaya cocok tanam sehingga harga tahu dan tempe menguntungkan petani dan tetap dapat dibeli dengan harga murah. (rus)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !