Karimun, Kepri, 22/1 (jutek) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau Senin (29/1) pekan depan dijadwalkan akan memanggil seluruh satuan kerja perangkat daerah terkait untuk membahas keluhan nelayan terkait perairan pesisir tempat mereka menangkap ikan berubah menjadi kawasan industri.
Ketua DPRD Karimun Raja Bakhtiar dalam pertemuan dengan sejumlah nelayan yang berunjuk rasa, Senin (21/1) kemarin mengharapkan seluruh SKPD hadir agar tuntutan nelayan bisa diselesaikan.
"DPRD berkomitmen untuk membangun kesejahteraan masyarakat, pertemuan ini telah membangun satu persepsi tentang keluhan nelayan yang sulit mendapatkan ikan akibat keberadaan kawasan industri," kata Raja Bakhtiar didampingi sejumlah anggota dewan.
Raja Bakhtiar mengatakan DPRD juga siap untuk mengalokasikan anggaran untuk program bantuan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial sebagai kompensasi bagi nelayan yang benar-benar merasakan dampak dari keberadaan perusahaan galangan kapal dan perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi di pesisir pantai Pulau Karimun Besar.
"Kami nanti akan meminta dinas teknis, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan untuk melakukan pemetaan terhadap nelayan yang terkena dampak. Jumlah nelayannya harus jelas, kami tidak ingin bantuan yang disalurkan nantinya diterima orang yang mengaku-ngaku nelayan," katanya.
Menurut dia, program bantuan untuk nelayan merupakan program jangka pendek, sedangkan program jangka panjang bisa berupa peningkatan sarana tangkap sehingga nelayan tradisional dapat menangkap ikan di perairan laut lepas.
"Kami berharap masalah ini tidak berdasarkan kepentingan, tapi kebutuhan. Karena itu, DPRD akan membangun komitmen dengan eksekutif untuk mencarikan solusi terkait keluhan nelayan tersebut," ucapnya.
Koordinator nelayan Amirullah mengatakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal di bawah 2 GT, serta nelayan sampan dan jaring udang dalam beberapa tahun terakhir mengeluh sulitnya menangkap ikan di perairan pantai karena banyak berdiri perusahaan, mulai PT MOS, PT Saipem, PT Karimun Granite, PT KDH, PT Panin, Oiltanking dan WPK di Desa Pangke, Pasir Panjang hingga Desa Pongkar.
Kemudian, kata dia, pemanfaatan perairan untuk area labuh jangkar di perairan Pulau Karimun Anak berbatasan dengan Selat Malaka juga berdampak pada nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya di perairan tersebut.
"Reklamasi pantai yang dilakukan mencemari lingkungan, air laut menjadi keruh bercampur lumpur sehingga ikan berpindah ke tempat lain. Sedangkan area labuh jangkar juga mengganggu nelayan yang selama ini menangkap ikan di sana," tuturnya.
Amirullah mengatakan nelayan mendukung program pengembangan investasi, tapi jangan sampai mereka jadi korban. Karena itu, dia berharap DPRD dan pemerintah daerah mencarikan solusi karena menyangkut hajat hidup sekitar 600 keluarga nelayan.
"Solusi itu bisa saja berbentuk bantuan alat tangkap yang lebih besar agar mereka bisa menangkap ikan di laut lepas, pemberian bantuan dan kompensasi sehingga mereka tetap sejahtera," tambahnya. (rdi)
Ketua DPRD Karimun Raja Bakhtiar dalam pertemuan dengan sejumlah nelayan yang berunjuk rasa, Senin (21/1) kemarin mengharapkan seluruh SKPD hadir agar tuntutan nelayan bisa diselesaikan.
"DPRD berkomitmen untuk membangun kesejahteraan masyarakat, pertemuan ini telah membangun satu persepsi tentang keluhan nelayan yang sulit mendapatkan ikan akibat keberadaan kawasan industri," kata Raja Bakhtiar didampingi sejumlah anggota dewan.
Raja Bakhtiar mengatakan DPRD juga siap untuk mengalokasikan anggaran untuk program bantuan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial sebagai kompensasi bagi nelayan yang benar-benar merasakan dampak dari keberadaan perusahaan galangan kapal dan perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi di pesisir pantai Pulau Karimun Besar.
"Kami nanti akan meminta dinas teknis, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan untuk melakukan pemetaan terhadap nelayan yang terkena dampak. Jumlah nelayannya harus jelas, kami tidak ingin bantuan yang disalurkan nantinya diterima orang yang mengaku-ngaku nelayan," katanya.
Menurut dia, program bantuan untuk nelayan merupakan program jangka pendek, sedangkan program jangka panjang bisa berupa peningkatan sarana tangkap sehingga nelayan tradisional dapat menangkap ikan di perairan laut lepas.
"Kami berharap masalah ini tidak berdasarkan kepentingan, tapi kebutuhan. Karena itu, DPRD akan membangun komitmen dengan eksekutif untuk mencarikan solusi terkait keluhan nelayan tersebut," ucapnya.
Koordinator nelayan Amirullah mengatakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal di bawah 2 GT, serta nelayan sampan dan jaring udang dalam beberapa tahun terakhir mengeluh sulitnya menangkap ikan di perairan pantai karena banyak berdiri perusahaan, mulai PT MOS, PT Saipem, PT Karimun Granite, PT KDH, PT Panin, Oiltanking dan WPK di Desa Pangke, Pasir Panjang hingga Desa Pongkar.
Kemudian, kata dia, pemanfaatan perairan untuk area labuh jangkar di perairan Pulau Karimun Anak berbatasan dengan Selat Malaka juga berdampak pada nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya di perairan tersebut.
"Reklamasi pantai yang dilakukan mencemari lingkungan, air laut menjadi keruh bercampur lumpur sehingga ikan berpindah ke tempat lain. Sedangkan area labuh jangkar juga mengganggu nelayan yang selama ini menangkap ikan di sana," tuturnya.
Amirullah mengatakan nelayan mendukung program pengembangan investasi, tapi jangan sampai mereka jadi korban. Karena itu, dia berharap DPRD dan pemerintah daerah mencarikan solusi karena menyangkut hajat hidup sekitar 600 keluarga nelayan.
"Solusi itu bisa saja berbentuk bantuan alat tangkap yang lebih besar agar mereka bisa menangkap ikan di laut lepas, pemberian bantuan dan kompensasi sehingga mereka tetap sejahtera," tambahnya. (rdi)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !