Karimun, Kepri (Jurnal) - DPRD Karimun, Provinsi Kepulauan Riau akan merevisi Peraturan Daerah tentang Penangkaran atau Sarang Walet menyusul maraknya pendirian usaha tersebut di tengah pemukiman penduduk.
 |
| Sebuah ruko di Tanjung Balai Karimun disulap jadi usaha penangkaran walet |
"Perda No15/2004 tentang Sarang Walet akan kita revisi karena sudah tidak relevan dengan kondisi di lapangan, di antaranya ketentuan pendirian penangkaran walet dalam radius lima kilometer dari pemukiman penduduk," kata Ketua DPRD Karimun Raja Bakhtiar di Tanjung Balai Karimun, Minggu.
Raja Bakhtiar mengatakan, penangkaran walet justru makin marak di tengah-tengah perumahan penduduk meski sudah dilarang dalam perda, kondisi tersebut tidak hanya di Pulau Karimun Besar, juga di pulau lain seperti Moro, Durai atau Kundur.
"Tujuan revisi untuk menyiasati agar keberadaan penangkaran walet memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah dan peduli terhadap lingkungan," ucapnya.
Menurut dia, keberadaan sarang walet di tengah pemukiman sangat mengganggu warga karena menimbulkan bunyi berisik.
Di sisi lain, kontribusi bagi pendapatan asli daerah diharapkan bisa lebih optimal karena DPRD tidak hanya merevisi Perda No15/2004, tetapi juga Perda No.2 tahun 2002 tentang Izin dan Retribusi Pengelolaan dan Pengusahaan Burung Walet.
"Meski kita berencana merevisi, namun kami tentu menunggu usulan ranperdanya dari pemerintah daerah.
Pada kesempatan itu dia mengimbau pengusaha walet mematuhi aturan tentang pembangunan penangkaran serta bersikap jujur dalam menyetor kontribusi bagi PAD.
"Jujur membayar retribusi berarti turut berpartisipasi dalam membangun. Kami juga meminta Satpol-PP berperan aktif memantau serta mengawasi penangkaran walet agar tetap mematuhi ketentuan dalam perda," tambahnya. (rdi)
Raja Bakhtiar mengatakan, penangkaran walet justru makin marak di tengah-tengah perumahan penduduk meski sudah dilarang dalam perda, kondisi tersebut tidak hanya di Pulau Karimun Besar, juga di pulau lain seperti Moro, Durai atau Kundur.
"Tujuan revisi untuk menyiasati agar keberadaan penangkaran walet memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah dan peduli terhadap lingkungan," ucapnya.
Menurut dia, keberadaan sarang walet di tengah pemukiman sangat mengganggu warga karena menimbulkan bunyi berisik.
Di sisi lain, kontribusi bagi pendapatan asli daerah diharapkan bisa lebih optimal karena DPRD tidak hanya merevisi Perda No15/2004, tetapi juga Perda No.2 tahun 2002 tentang Izin dan Retribusi Pengelolaan dan Pengusahaan Burung Walet.
"Meski kita berencana merevisi, namun kami tentu menunggu usulan ranperdanya dari pemerintah daerah.
Pada kesempatan itu dia mengimbau pengusaha walet mematuhi aturan tentang pembangunan penangkaran serta bersikap jujur dalam menyetor kontribusi bagi PAD.
"Jujur membayar retribusi berarti turut berpartisipasi dalam membangun. Kami juga meminta Satpol-PP berperan aktif memantau serta mengawasi penangkaran walet agar tetap mematuhi ketentuan dalam perda," tambahnya. (rdi)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !