Karimun, Kepri (Jurnal) - Ketua DPRD Karimun, Provinsi Kepulauan Riau Raja Bakhtiar berpendapat, rencana penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi merupakan sebuah upaya penyelamatan bangsa meski kebijakan tersebut terkesan tidak populis.
"Rencana menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan pilihan pahit namun harus dilakukan jika kita melihat kepentingan bangsa yang lebih besar," katanya di Tanjung Balai Karimun, Jumat.
Raja Bakhtiar mengatakan, penaikan harga BBM memang tidak populis, namun mendesak dilakukan untuk mencegah bangsa ini dari kebangkrutan akibat terus meningkatnya anggaran subsidi untuk BBM setiap tahun.
"Secara rasional, tidak semuanya bisa disubsidi. Kalau ingin negara ini utuh mau tidak mau harga BBM bersubsidi harus dinaikkan karena ini menyangkut tanggung jawab sebagai bangsa," katanya.
Dia mengemukakan, rendahnya harga BBM bersubsidi di Indonesia membuka peluang terjadinya penyimpangan dan penyelundupan karena harga BBM di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia lebih tinggi.
"Harga BBM bersubsidi di Malaysia Rp6.000 per liter, kemudian di Singapura Rp12.000 per liter. Sementara, harga di Tanah Air Rp4.500, selisih yang sedemikian tinggi ini membuka peluang aksi penyelundupan terutama di perairan perbatasan seperti Kepulauan Riau atau Karimun," katanya.
Dia juga mengatakan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati oleh kalangan ekonomi mampu.
"Tidak maksimalnya pengawasan turut membuka peluang terjadinya penyimpangan pendistribusian BBM bersubsidi," ucapnya.
Sebagai wakil rakyat di daerah, Raja Bakhtiar yang juga Ketua DPD II Partai Golkar mengimbau semua pihak agar mengedepankan kepentingan bangsa dalam kaitan penyelamatan keuangan negara yang terus mengalami defisit akibat membengkaknya anggaran subsidi untuk BBM.
"Setiap kebijakan pasti ada kepentingan politis di dalamnya, tinggal bagaimana kita bisa memilah-milah kepentingan mana yang harus didahulukan dan yang mana dikemudiankan. Soal adanya penolakan, menurut kami sesuatu yang wajar," tuturnya.
Dia mengatakan kebijakan penaikan harga BBM memang tidak populis. Karena itu, pemerintah harus menyiapkan sejumlah opsi untuk mengurangi dampak kenaikan tersebut, misalnya dengan memastikan bahwa pendistribusian BBM bersubsidi tepat sasaran.
"Kalau mau populis, pemerintah bisa saja memangkas anggaran lain ketika harga BBM bersubsidi dikurangi. Misalnya dengan memotong belanja untuk pegawai atau mengurangi anggaran setiap kementerian. Berani tidak pemerintah melakukannya?" kata Raja Bakhtiar. (antarakepri.com)
Raja Bakhtiar mengatakan, penaikan harga BBM memang tidak populis, namun mendesak dilakukan untuk mencegah bangsa ini dari kebangkrutan akibat terus meningkatnya anggaran subsidi untuk BBM setiap tahun.
"Secara rasional, tidak semuanya bisa disubsidi. Kalau ingin negara ini utuh mau tidak mau harga BBM bersubsidi harus dinaikkan karena ini menyangkut tanggung jawab sebagai bangsa," katanya.
Dia mengemukakan, rendahnya harga BBM bersubsidi di Indonesia membuka peluang terjadinya penyimpangan dan penyelundupan karena harga BBM di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia lebih tinggi.
"Harga BBM bersubsidi di Malaysia Rp6.000 per liter, kemudian di Singapura Rp12.000 per liter. Sementara, harga di Tanah Air Rp4.500, selisih yang sedemikian tinggi ini membuka peluang aksi penyelundupan terutama di perairan perbatasan seperti Kepulauan Riau atau Karimun," katanya.
Dia juga mengatakan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati oleh kalangan ekonomi mampu.
"Tidak maksimalnya pengawasan turut membuka peluang terjadinya penyimpangan pendistribusian BBM bersubsidi," ucapnya.
Sebagai wakil rakyat di daerah, Raja Bakhtiar yang juga Ketua DPD II Partai Golkar mengimbau semua pihak agar mengedepankan kepentingan bangsa dalam kaitan penyelamatan keuangan negara yang terus mengalami defisit akibat membengkaknya anggaran subsidi untuk BBM.
"Setiap kebijakan pasti ada kepentingan politis di dalamnya, tinggal bagaimana kita bisa memilah-milah kepentingan mana yang harus didahulukan dan yang mana dikemudiankan. Soal adanya penolakan, menurut kami sesuatu yang wajar," tuturnya.
Dia mengatakan kebijakan penaikan harga BBM memang tidak populis. Karena itu, pemerintah harus menyiapkan sejumlah opsi untuk mengurangi dampak kenaikan tersebut, misalnya dengan memastikan bahwa pendistribusian BBM bersubsidi tepat sasaran.
"Kalau mau populis, pemerintah bisa saja memangkas anggaran lain ketika harga BBM bersubsidi dikurangi. Misalnya dengan memotong belanja untuk pegawai atau mengurangi anggaran setiap kementerian. Berani tidak pemerintah melakukannya?" kata Raja Bakhtiar. (antarakepri.com)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !